#1
Ingin menyair si fulan. Sambil menunggu rendaman cucian.
#2
Pada sebuah pagi, saya berkeluh kesah. Bukan, bukan tak menyukuri hidup.
Adalah si fulan yang menyudutkan pikir saya ke pojok lamunan.
#3
Fulan berkata, tak ada yang tetap sama pada sosok manusia, kecuali
perubahan itu sendiri. Saya bermain dengan kebenaran diri yang naif.
#4
Jadi begitu, fulan. Perubahan tak selalu menenangkan saya. Utamanya kala
tataran ideal diporakporanda bangunan baja dunia. Saya habis kata.
#5
Namun pada akhirnya, saya merasa harus menyerah di titik damai. Damai
nan nadir. Tak ingin terjebak dalam pergulatan cita dengan si fulan.
#6
Saya hanya sanggup mengukir harap di terjal debat. Suatu saat saya juga
akan berubah semangat. Semoga fulan tak naif menilai saya keparat.
No comments:
Post a Comment