Hari ini, pukul 17.50 WIB. Sampai dengan detik ini saya masih bulukan di kantor. Sepi. Most of us udah pada ngacir dan mudik ke kampung masing-masing. Sejak siang tadi awan kelabu, lalu tetesan hujan mulai luruh dan meresap ke tanah kering Jakarta. Romantis. Harum tanah berbaur lebatnya hujan, selalu membuat saya merasa damai. Tinggal saya dan segelintir orang di kantor ini yang masih (mau) jaga kandang, mengejar setumpuk hutang pekerjaan yang (maunya) segera dituntaskan sebelum hari Jum'at ini meredup. Suasana menjelang lebaran Idul Fitri di Jakarta selalu terasa seperti ini. Sunyi memang, namun kesunyian ini meninggalkan sejuta makna dan eksotismenya tersendiri. Tssaahh!
Pagi tadi saya terlibat sedikit percakapan dunia maya dengan seorang teman. Dia mengomentari status YM saya: falling leaves. Katanya, dia lebih suka autumn leaves; yang merupakan judul sebuah lagu. Saya bilang, ketika saya menulis status tadi, saya bukan sedang membayangkan sebuah lagu apapun. Hari ini hati saya bagaikan falling leaves, begitu cetus saya asal saja. Sejujurnya, alasan saya tak penting sama sekali. Saya cuma mencintai substansi dan filosofi falling leaves sebagaimana saya begitu kasmaran pada hujan. Sebagai seorang yang (sok) romantis melankolik, menurut saya, daun-daun yang berjatuhan itu identik dengan kepasrahan, keluguan sekaligus kebebasan.
Jadi, sembari terus menunggu laporan masuk dari tim studi di lantai 1, saya asyik saja ber-fallingleaves-ria dan nulis di blog ini. Sampai tak terasa sudah waktunya bedug maghrib, dan saya baru sadar saya tak punya cemilan apapun untuk teman berbuka puasa selain secangkir teh manis. Huaaaaa... starviiing! :(
.:. pesan moral : jangan suka mengkhayal di bulan puasa, apalagi pas menjelang bedug maghrib. Pasti kelaparan.
No comments:
Post a Comment