Pages

June 13, 2011

dia ada karena dia ingin ada

sulit membayangkan hari-hari saya tanpa celoteh dan sapa perempuan ini. betul, terkadang saya butuh dia untuk sekedar bercakap ringan melepas penat, atau hanya melempar gelak tawa dan canda. namun tak pernah terbersit sedikitpun untuk secara ekstra serius memperhatikannya. dia bukan siapa-siapa bagi kehidupan sosial normatif saya. tapi tak bisa dipungkiri kalau dia memang perempuan unik. meski tak terlalu jelita bak putri kayangan, namun dia adalah pencinta yang penuh kasih. begitu sensitif bagai kulit ari terkena sengat mentari. teramat mandiri serupa mercusuar di tepi pantai. sungguh pencemburu bahkan pada gurauan nakal tak bermakna. keping koin yang memadukan sosok pemrotes dan ’nrimo secara bergantian. seorang introver sekaligus ekspresif pada suasana hati yang berbeda. kepadanya, saya menuangkan banyak cerita.

dia adalah dia, dengan segala kontroversinya.

beberapa kali saya berpikir untuk melepaskannya. entah karena alasan apa. mungkin saja saya sedang jenuh diperhatikan. mungkin juga pancaran daya tarik emosi serta ekspresi yang diciptakannya begitu menyilaukan egosentral dan cangkang jiwa saya. bisa jadi dia memang tidak seistimewa itu sehingga saya tak butuh untuk selalu bersamanya. atau bahkan mungkin sebetulnya saya tak benar-benar punya alasan? barangkali saya hanya marah pada kesanggupannya mengasihi saya sedemikian tanpa mengurangi rasa sayangnya pada orang-orang dekat yang memilikinya. saya jengah pada rasa mempunyai yang dipersembahkannya dengan semena-mena, yang acapkali membuat saya angkuh karena merasa dibutuhkan, diperlakukan khusus, diprioritaskan dan superior. pernah suatu kali saya pertontonkan kedekatan saya dengan sang belahan jiwa. saya tahu dia akan sedikit tercabik, tapi takkan sampai hati melontar bara. pada titik tertentu saya hanya ingin dia mengerti, pusaran atensi dan pesonanya takkan pernah merobohkan menara gading yang saya bangun susah payah dengan ego lelaki dan rasa sakit masa lampau. saya dan hidup ini adalah kemapanan dan keniscayaan, sedangkan dia adalah kesementaraan dan ketidakpastian. saya terusik dan ingin berjarak dengan kesabarannya mencurahkan aura afeksi di setiap detik saya terpuruk. walau demikian, di saat yang sama saya pun gulana. karena sadar betul, ketika dia terluka, --atau tak lagi merasa dibutuhkan-- tanpa segan akan serta merta berpaling meninggalkan saya yang terlanjur merasa menang di balik kubangan gelombang kekalahan sebatang kara.

dia adalah palu godam diantara keindahan romantisme. 

sungguh sulit membayangkan hari-hari saya tanpa celoteh dan sapa perempuan ini. meski realita memaksa saya untuk terus berkaca. kami berada di dua dunia berbeda. saya di dunia nyata, dan dia di dunia imaji yang penuh mimpi dan tirai maya. kebersamaan takkan bisa dicecap setiap kali mata mengerjap pinta. karenanya dia pernah bergumam, bahwa ia bersyukur atas keinginan yang tak melewati batas kemampuan. dan entah untuk menghiburnya atau menyelamatkan diri, saya bilang saya pun tak bisa mengira-ngira perjalanan ini sudah sampai mana dan kapan akan bermuara, karena saya bahkan tak pernah menentukan dimana titik mulanya.  dia hanya tertawa perlahan. tawa yang saya tahu suatu saat akan pergi dan tiada, sama seperti sosoknya. perempuan maya dengan aroma yang lebih nyata dari asap rokok di bibir saya.

sungguh, dia ada karena dia ingin ada. 


Lovina Bali, 13 Juni 2011

No comments: