Pages

November 23, 2010

perempuan yang bercumbu dengan asap

Perempuan muda teringat, ibunya dulu menari bersama tungku. Menyemburkan hangat menuju paru-paru. Bergelimang asap mesra merayu. Dunia adalah rasa hangat. Juga panas tentunya. Panas yang hangat, sebetulnya. Asap tungku ini dunianya. Ibu, asap dan kesetiaan yang mengerak. Satu sejarah terserap.

Perempuan muda pun terlena rindu. Mengenang. Menjelajah. Kamar kecil dengan kasur kecil, meja kecil, pintu kecil dan lubang hidung kecil bangir itu. Kelindan asap mengalir dari rongga hidung dan bibir lelaki. Menyatu bersama udara napasnya. Asap itu senantiasa menyebar, seolah mengepungnya pada sebuah tempat, waktu dan peristiwa. Perempuan menemukan wilayah dimana ia merasa senang. Terbawa dunia baru yang dilahirkan asap. Bagai penjelajahan tanpa jarak. Napak tilas yang begitu merangsang dan memabukkan. Membuatnya tersesat. Bahkan aroma tembakau yang menyisa, dihirupnya dalam-dalam. Asap yang mencumbuinya dengan keliaran tanpa batas.


Perempuan menatapnya pergi. Lelaki berhidung kecil bangir sayup-sayup telah menjadi api, menjadi asap, asap yang paling senyap. Namun kini perempuan tak perlu meratap lagi. Gumpalan asap tembakau manis terus menerpa napasnya. Berdiam menyisa dalam kenangan. Perempuan itu meraba hatinya: bahagia. Ia jangkau pikirannya: penuh pesona. Ia sentuh dadanya: hangat.


Perempuan dua generasi; jatuh di dalam lelap, dalam selubung gairah cumbu asap.

No comments: